Selasa, 16 Juni 2009

Seni Pertunjukan dan Pariwisata

SENI PERTUNJUKAN + KEPARIWISATAAN = VISIT BATAM 2010

Oleh: Faisal Amri, S.Pd

VISIT BATAM 2010 sudah diambang pintu. Kurang dari 8 bulan lagi tahun 2009 ini akan berahir. Masalah Visit Batam 2010 pernah dibicarakan di kalangan masyarakat Batam melalui facebook yang sekarang lagi diminati banyak orang. Pengguna dan pencinta dunia maya ini pun beragam mulai dari rakyat biasa sampai birokrasi, hal ini bisa dilihat dari beranda facebook yang menampilkan photo, nama serta kalimat-kalimat yang membuat orang ikut berkomentar. Salah satu yang menjadi topik pembicaraan oleh segelintir orang melalui facebook waktu itu adalah; masyarakat kok belum juga merasakan gaungnya program-program yang dibuat ataupun yang direncanakan untuk menuju Visit Batam 2010. Kita juga tidak tahu persis apa yang mereka maksud sesungguhnya. Barangkali mereka mempertanyakan kepada instansi terkait apa yang hendak dijual oleh Batam menyambut Visit Batam 2010 ini. Kita sangat meyakini, pertanyaan ini tidak mengandung tendensi apa-apa, melainkan kegelisahan, kegalauan masyarakat yang memang secara tidak langsung terlibat dalam menyukseskan Visit Batam ini.

Setahun yang lalu di Hotel Goodway Dinas Pariwisata Kota Batam membentang Visit Batam 2010 dengan mengundang nara sumber dari departemen terkait yang didatangkan dari Jakarta. Waktu rapat kerja itu juga sempat menjadi pertanyaan dari kalangan yang hadir yang meragukan akankah Visit Batam 2010 ini bisa tercapai sesuai dengan yang direncanakan mengingat waktu yang relatif singkat?.
Jujur saja penulis masih menyimpan kekecewaan sewaktu mendengar pemaparan nara sumber yang didatangkan dari Jakarta itu. Alasan kekecewaan dikarenakan, orang yang sudah bertungkus lumus mengurus kepariwisataan di tingkat pusat tidak memberi pencerahaan atau strategi yang berarti. Mungkin penulis yang salah, karena apa yang diharapkan bukan itu yang diinginkan oleh peserta rapat. Penulis waktu itu berharap, nara sumber sedikit membuka kiat-kiat atau strategi yang dilakukan oleh daerah lain dalam mensukseskan program yang serupa. Sehingga dari pemaparan tersebut bisa ditimang-timang oleh instransi terkait yang ada di Batam. Salah satu orang yang diundang waktu itu, setidaknya, saya mendapatkan dua hal, pertama, jumlah turis dari berbagai Negara yang mengunjungi Indonesia, ke dua, pemaparan konsep logo Visit Indonesia Year 2008. Kekecewaan ini juga terlihat dari adem ayemnya forum diskusi waktu itu. Padahal membicarakan masalah pariwisata adalah membicarakan banyak hal dan sangat kompleks.

Langkah yang di ambil oleh Pemko Batam melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan adalah langkah tepat dan juga bijak, walaupun terkesan berpacu dengan waktu. Kenapa tidak, Visit Batam 2010 ini perlu dukungan semua pihak. Tidak main-main dengan programnya, pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam-pun tidak mau sendirian, untuk itu, ia mengundang pihak-pihak yang berkompeten untuk duduk bersama mencari formula yang pas untuk dunia kepariwisataan Kota Batam kedepannya.
Mengupas masalah pariwisata bisa ditinjau dari beberapa aspek. Akan tetapi dalam tulisan ini lebih menitikberatkan pada konteks budaya. Karena menurut hemat penulis membicarakan masalah pariwisata secara tidak langsung kita juga membicarakan masalah seni tradisi serta pelestarian nilai-nilai tradisional seperti seni musik, teater dan tari. Membicarakan seni tradisional sebagai ikon suatu daerah untuk kepariwisataan di Kota Batam, seolah-olah kita dihadapkan kepada tembok yang tinggi dan besar, sebab melestarikan budaya tradisional pada saat ini sama artinya dengan mencoba melawan arus tehnologi dan informasi.
Kata-kata pelestarian ataupun melestarikan budaya tradisional sudah acapkali kita dengar, melestarikan budaya yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat, apalagi di tengah masyarakat majemuk seperti kota Batam ini tidak bisa selesai dalam pidato serta forum yang panjang dan fantastik. Kita tidak lagi membutuhkan kata-kata gombal yang menyuguhkan beribu bahkan berjuta tiori, namun yang sangat mendesak untuk dilakukan adalah realisasi dari pelestarian dari nilai-nilai itu. Misalnya, bagaimana kita bisa menghargai seniman tradisi dan menciptakan iklim yang kondusif buat mereka untuk mengembangkan diri sekaligus akan menunjang kreativitas kesenian itu sendiri. Masalah utama yang kita hadapi adalah, kita masih setengah hati untuk berbuat, sehingga kata-kata pelestarian hanya sebuah lipstick dari orang-orang tertentu agar terkesan bahwasanya ia mencintai tradisi, bahkan ia, kita dibesarkan oleh tradisi itu sendiri.
Perkembangan seni pertunjukan dalam kaitannya dengan pariwisata haruslah merupakan kegiatan manusia yang memiliki nilai lebih. Dan nilai lebih itulah yang seharusnya menjadi daya tarik wisatawan atau penonton untuk menyaksikannya, masalahnya adalah bagaimana kita bisa memberikan informasi, “menjual”, atau “memasarkan” nilai lebih itu kepada wisatawan. Disinilah dituntut “public relation” yang gesit, terampil dan cerdik menawarkan “seni pertunjukannya” kepada calon penontonnya, adalah merupakan seni tersendiri.
Jika melihat ke daerah-daerah yang termasuk tujuan wisatawan di Indonesia, pada umumnya suatu daerah tersebut menawarkan kegiatan pesta seni rakyat yang dibungkus dengan tehnik kemasan yang modern. Sehingga pesta seni tersebut tidak hanya diperuntukan kalangan wisatawan mancanegara, akan tetapi juga diminati oleh masyarakat setempat. Sebagai contoh Bali boleh dikatakan setiap tahun mengadakan Pesta Seni, di Yogyakarta, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta dan berbagai daerah lainnya.
Dengan demikian barangkali secara makro akan mendorong perkembangan seni pertujukan juga paling tidak setahun sekali. Tetapi sekali lagi mendorong seni pertujukan yang bagaimana?. Mewujudkan keinginan wisatawan?. Mengenai Bali merupakan pengecualian dengan alasan bahwa kesenian di sana menyatu dengan agama serta adat istiadat masyarakat pendukungnya. Lain lagi dengan Irian Jaya sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Sardono W kusumo (pakar tari Indonesia) ia mengatakan bahwa untuk di Irian Jaya mereka memisahkan antara tarian yang mengacu kepada kepercayaan dan adat dibedakan dengan tarian yang khusus mereka siapkan untuk turis. Dan sekarang, bagaimana dengan perkembangan seni pertunjukan dalam kaitannya dengan pariwisata daerah ini?. Di sini akan muncul factor tawar menawar (bargaining) yang menentukan apakah seniman yang terlibat dalam seni pertunjukan itu memiliki integritas terhadap nilai-nilai seni atau akan larut kepada budaya hiburan belaka.
Salah satu tujuan pariwisata di bidang sosial budaya adalah upaya melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya bangsa. Di lain pihak agama dan adat masih berdiri dengan kokoh dan berakar di tengah masyarakatnya. Oleh karenanya, perkembangan seni pertunjukan, kaitannnya dengan pariwisata di kawasan ini harus tetap mengacu kepada upaya melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya lingkungannya di satu pihak dan juga ruangan bagi seniman untuk berekspresi kreatif, inovatif, dilain pihak, sekaligus menggalakan penonton atau wisatawannya dengan membagi pengalaman estetik sebagai imbalan nilai materi yang berimbang antara seni pertunjukan dan penontonnya, pariwisata dan wisatawannya. Akhirnya perkembangan seni pertunjukan dalam kaitannya dengan pariwisata yang paling ideal adalah saling mengisi secara berimbang, saling menerima dan saling memberi.

******
Secara umum yang dimaksud dengan wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara di luar tempat tinggalnya untuk keperluan apapun terkecuali mencari nafkah. Sedangkan ciri-ciri yang menentukan seorang sebagai wisatawan adalah; melakukan perjalanan di luar tempat tinggalnya sehubungan dengan berbagai keperluan seperti rekreasi, liburan, pameran, misi kesenian dan lain-lain sebagainya.
Apa yang sudah dilakukan?, dan apa yang akan dilakukan dalam menyambut Visit Batam 2010?. Jika kita lihat secara teoritis, pertanyaan ini sangat mudah dan terasa gampang untuk menjawabnya. Kita juga tidak boleh menutup mata, bahwa apa yang telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kota Batam untuk menyongsong visit Batam 2010 sudah berusaha untuk menjawab pertanyaan di atas. Akan tetapi jujur juga kita sampaikan alhasil dari penyebaran virus oleh Dinas ini terasa belum menyentuh seperti yang diharapkan, terkadang kita juga berpikir serius apa tidak ya program visit ini. Ragam pertanyaan menggelayuti pikiran kita; apakah pengelolaannya yang salah? (tidak profesional), atau manajemen seni pertunjukan itu yang belum tergarap dengan baik?, ataukah pertunjukan yang selama ini dibuat tidak punya nilai jual?.
Kalau merujuk kepada iven yang diadakan oleh Dinas pariwisata kota Batam dalam menyambut Visit Batam 2010 ini sudah berjalan dengan beberapa program. Tidak tanggung-tanggung pergelaran itu mulai dari seni tradisi, kreasi sampai pada seni dengan nilai artistik yang tinggi. Paling tidak ada dua peristiwa budaya yang menarik untuk kita simak. Pertama adalah gawenya Dinas Pariwisata. Masih segar dalam ingatan kita yaitu pertunjukan musik Jazz dengan mendatangkan musisi-musisi kawakan ke kota Batam ini dengan mengambil tempat kawasan wisata Ocarina.
Ke dua, siapa yang tidak kenal dengan Deni Malik koreografer kondang sekaligus penyanyi, bintang film artis dan deretan gelar yang melekat padanya pernah membuat pertunjukan yang rencannya dengan waktu yang relatif lama di Batam dengan mengambil panggung procenium Sumatra Promostion Centre. Tidak tanggung-tanggung pertunjukan mereka ini didukung oleh seniman/seniwati pilihan dari Jakarta. Satu niat manajemen ini yaitu mendulang Dolar Singapura dan Ringgitnya Malaysia sebanyak-banyaknya. Waktu itu kita berdecak kagum, promosinya ke dalam maupun keluar luar biasa, kekaguman kita bertambah ketika kita mengetahui dari brosur dengan bandrol tiket (terendah) mencengangkan yakni Rp. 25.000,-. Pertunjukan ini tidak sesuai dengan rencana semula, tidak tahan dengan sepinya penonton akhirnya mereka sampai juga kepada endingnya. Endingnya adalah, mereka harus hengkang dari Batam ini dan kembali ke habitatnya (Jakarta).
Apa yang terjadi dengan kedua pertunjukan mahal ini?. Kedatangan wisatawan dari Singapur dan Malaysia yang menjadi tumpuan kedua penyelenggaraan ini pupus. Terus apa yang salah dengan pertunjukan ini?, ENTAHLAH.
Program yang dibuat serba instan terkadang memang menuai resiko yang tidak sedikit. Berproses karya seni kita memang harus di imbangi dengan kesadaran yang tinggi. Terkadang apa yang kita pikirkan sepintas akan begini dan begitu lalu sebuah keberhasilan seolah-olah telah berpihak kepada kita. Sebuah proses karya sesuai dengan pesanan akan bisa dipersiapkan sesuai dengan tenggat waktu yang ada. Seminggu bisa siap, sebulan juga bisa siap, bahkan setahun atau lebih juga bisa siap. Bisa, dan bahkan gampang ditebak, kwalitas karya yang kita persiapkan ada di segala lini itu. Merujuk kepada daerah-daerah lain yang kepariwisataannya baik bahkan boleh dikatakan maju. Di samping kehidupan berkeseniannya yang terkelola dengan baik, masing-masing daerah itu juga mempunyai program dan dukungan dana yang jelas untuk iven-ivennya. Bagaimana dengan kota Batam?.
Terus ada program terbaru dari Dinas Pariwisata kota Batam yang konon kabarnya telah diprogram untuk satu tahun kedepan dalam rangka menyongsong Visit Batam 2010 dengan tajuk ”pentas seni bulanan”. Pertunjukan ini sudah masuk kali ke dua. Adapun yang pertama di adakan di Tanjung Riau dengan beberapa materi sebut: tari kreasi baru yang berakar umbi dari seni tradisi melayu, puisi dari penyair-penyair handal kota ini, komposisi musik yang mengadopsi dari beberapa elemen tradisi namun sayang tidak tergarap dengan baik, thetaer yang lebih kepada celoteh-celoteh di warung yang diangkat ke atas panggung yang dibalut dengan isu-isu central saat ini seperti pemilu dan lain sebagainya. Pertunjukan bulan ke dua di adakan di Batu Besar dengan materi yang tidak jauh dari yang pertama. Yang berbeda konon kabarnya di sini terasa lebih meriah. Kegiatan pentas seni bulanan ini akan diadakan selama satu tahun kedepan dengan mengambil tempat secara bergilir di kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Batam. Seberapa besar pagelaran ini memberi sumbangsih kepada program Visit Batam 2010 ini?. Perlu kita pikirkan bersama-sama, bahkan, mungkin termasuk salah satu yang diprioritaskan yaitu menciptakan/menggagas beberapa iven tahunan yang spektakuler. Pernyataan seperti ini bukan berarti selama ini di Batam tidak ada iven. Iven itu ada, tapi panitia penyelenggara (Dinas Pariwisata) selalu mengernyitkan jidatnya dengan masalah klasik yaitu masalah financial. Maka iven yang muncul di Batam seolah-olah dilakukan setengah hati, setengah duit, setengah perasaan dan setengah-setengah yang lainnya. Maka sebuah kewajaran bila hasilnya juga setengah-setengah.
Apa yang hendak dikata. Di tengah situasi serba setengah-setengah ini pewarisan nilai-nilai tradisi tidak dilanjutkan ke yang muda-muda (berikutnya) dikawatirkan kehidupan seni tradisi akan punah, tentu akan sulit bagi kita membayangkan kebudayaan Indonesia di masa yang akan datang. Bentuk yang bagaimana yang akan ditemui jika sumber tradisi yang merupakan mata air terbentuknya kebudayaan baru Indonesia tidak mempunayi landasan yang jelas. Sementara proses mem-“barat”nya generasi muda kita terasa sulit untuk dibendung. Dilain pihak, sebuah tradisi mendesak pula untuk di rubah, karena tradisi tersebut tidak dapat memuaskan seluruh pendukungnya, namun, tradisi tidak pula bisa berubah dengan sendirinya, oleh karenanya tradisi memberi peluang untuk di ubah dan membutuhkan seseorang untuk melakukan perubahan itu. Kalau kita mengandalkan orang-orang tradisi untuk melakukan perubahan ini, sudah jelas mereka punya kemampuan yang terbatas dari segi imajinasi, dan keberanian. Putar sana putar sini, akhirnya muara itu tetap ada di Dinas Pariwisata, Dewan Kesenian Kota Batam dan Seniman sebagai pelaku utama. Sedangkan aktor utamanya (masalah finansialnya) tanya sana dengan pembuat dan penggagas perda, mumpung masih segar bugar. SUAI???

3 komentar:

  1. saya sudah baca.....tulisan ini berbeda dengan apa yang ditulis di blog cantik itu. iini sebuah pemaparan peristiwa budaya yang digarap di kota batam....keletihan seniman berbuat tapi belum mendapatkan hasil yang maksimal

    BalasHapus